cursor Pictures, Images and Photos

text

Rabu, 26 Mei 2010

mengejar dunia dengan amalan akhirat adalah kesyirikan

Penulis: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman
Slogan ‘waktu adalah uang’ telah demikian mendarah daging dalam hidup mayoritas manusia serta menjadi prinsip yang mengiringi aktivitas mereka. Bukan sekadar slogan yang kosong dari makna, karena berbagai macam cara pun akan ditempuh manusia untuk mengejar apa yang dinamakan dengan uang. “Gunung kan kudaki, lautan kan kuseberangi. Lembah akan kulalui, bahkan mati akan kuhadapi,” kata mereka.
Ada manusia, yang tak peduli siang ataupun malam, terus-menerus waktunya disibukkan dengan mencari uang. Para wanita sampai melelang kehormatannya, menjatuhkan martabatnya karenanya juga. Ringkasnya, hidup adalah uang.

Para pedagang, pekerja, dan pengusaha, berusaha meramal hidupnya melalui paranormal juga karena uang yang akan dikejar. Mereka ngalap berkah di kuburan tertentu, juga untuk mendapatkan penghasilan dan jalan hidup yang beruntung, menurut mereka. Berkunjung ke tempat-tempat keramat dengan mempersembahkan berbagai jenis sesaji juga karenanya.
Maka sangat ironis jika seseorang berbicara tentang agama juga karena tujuan yang sama dengan mereka. Mereka melelang ayat-ayat Al-Qur’an dan sabda-sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan harga yang sangat murah.
فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلاً فَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا يَكْسِبُونَ
“Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya: ‘Ini dari Allah’, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan.” (Al-Baqarah: 79)
إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلَ اللهُ مِنَ الْكِتَابِ وَيَشْتَرُونَ بِهِ ثَمَنًا قَلِيلاً أُولَئِكَ مَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ إِلاَّ النَّارَ وَلاَ يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al-Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat serta tidak menyucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih.” (Al-Baqarah: 174)
وَإِذْ أَخَذَ اللهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلاَ تَكْتُمُونَهُ فَنَبَذُوهُ وَرَاءَ ظُهُورِهِمْ وَاشْتَرَوْا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلاً فَبِئْسَ مَا يَشْتَرُونَ
“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi Kitab (yaitu): ‘Hendaklah kamu menerangkan isi Kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya.’ Lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruk tukaran yang mereka terima.” (Ali ‘Imran: 187)
Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullahu menyatakan: “Orang-orang yang diberikan Al-Kitab dari kalangan Yahudi, Nasrani, dan yang serupa dengan mereka, melemparkan janji-janji ini di belakang punggung mereka. Mereka tidak memedulikan janji-janji tersebut. Mereka menyembunyikan kebenaran dan menampilkan kebatilan. Mereka berani melanggar keharaman Allah Subhanahu wa Ta’ala, meremehkan hak-hak Allah Subhanahu wa Ta’ala serta hak makhluk-Nya. Dengan cara menyembunyikan tersebut, mereka juga membeli kedudukan dan harta benda dengan harga yang sedikit dari para pengikutnya serta orang-orang yang mengutamakan syahwat daripada kebenaran.” (Taisir Al-Karimirrahman, 1/160)

Siapakah Budak Dunia?
Kata “budak” telah dipakai oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyebut orang-orang yang telah diperbudak oleh dunia di dalam sebuah sabdanya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:
تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ وَعَبْدُ الدِرْهَمِ وَعَبْدُ الْخَمِيْصَةِ، إِنْ أُعْطِيَ رَضِيَ وَإِنْ لَمْ يُعْطَ سَخِطَ
“Celaka budak dinar, budak dirham, dan budak khamishah (suatu jenis pakaian). Apabila diberi dia ridha dan bila tidak diberi dia murka.” (HR. Al-Bukhari no. 2887 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Ibnu Hajar rahimahullahu berkata: “Budak dinar adalah orang yang mencarinya dengan semangat tinggi. (Bila mendapatkannya), dia menjaganya seolah-olah dia menjadi khadim, pembantu, dan budak. Ath-Thibi rahimahullahu berkata: ‘Dikhususkan kata budak untuk menggelarinya, karena dia berkubang dalam cinta kepada dunia serta segala bentuk syahwatnya, layaknya seorang tawanan yang tidak memiliki upaya untuk melepaskan dirinya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengatakan malik (pemilik), tidak pula orang yang menghimpun dinar, karena yang tercela adalah mengumpulkan melebihi dari yang dibutuhkan’.” (Fathul Bari, 18/249)
Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikannya sebagai budak dinar dan dirham karena kerakusan serta semangatnya untuk mendapatkannya. Barangsiapa menjadi budak hawa nafsunya, maka dia tidak akan bisa mewujudkan pada dirinya makna ayat ﭢ ﭣ . (Hanya kepada-Mu lah kami beribadah). Orang yang seperti ini sifatnya tidak akan menjadi orang shadiq (terpercaya)… Dan dikhususkan penyebutan keduanya (dinar dan dirham), karena keduanya adalah asal harta benda dunia berikut segala kenikmatannya. (Tuhfatul Ahwadzi, 6/161)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata: “Perkataan yang mengandung pujian akan menyenangkan pencari kedudukan –dengan cara batil–, sekalipun kalimat itu adalah batil. Dia juga akan murka dengan sebab sebuah perkataan, sekalipun perkataan itu benar. Adapun orang yang beriman, kalimat yang haq akan menjadikan dia ridha baik kalimat itu mendukung atau menghujatnya. Sebaliknya, menjadikan kalimat batil akan menyebabkannya murka, baik kalimat itu menguntungkannya ataupun tidak. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala mencintai yang haq, kejujuran, dan keadilan. Bila dikatakan kebenaran, kejujuran, dan keadilan yang dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, dia akan mencintainya sekalipun menyelisihi keinginan hawa nafsunya karena hawa nafsunya mengikuti apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apabila diucapkan suatu kezaliman, kedustaan, dan hal yang dibenci oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka orang yang beriman akan membencinya sekalipun sesuai hawa nafsunya. Demikian juga kondisi pencari harta –dengan cara yang batil– sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَمِنْهُمْ مَنْ يَلْمِزُكَ فِي الصَّدَقَاتِ فَإِنْ أُعْطُوا مِنْهَا رَضُوا وَإِنْ لَمْ يُعْطَوْا مِنْهَا إِذَا هُمْ يَسْخَطُونَ
“Di antara mereka ada yang mencelamu dalam hal shadaqah. Jika mereka diberi mereka senang dan jika tidak diberi mereka benci.” (At-Taubah: 58)
Mereka itulah yang telah disebut oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sabda beliau: ‘Celaka budak dinar’.” (Az-Zuhd wal Wara’ wal ‘Ibadah, 1/38)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata setelah menyebutkan tipe-tipe manusia yang rakus dengan dunia: “Permasalahan dunia (bagi manusia) ada dua bentuk. Di antaranya:
(Pertama) Perkara yang dibutuhkan oleh setiap orang sebagaimana butuhnya dia terhadap makan, minum, tempat tinggal, menikah, dan sebagainya. Dia meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mencarinya di sisi-Nya, sehingga harta di hadapannya bagaikan keledai yang dikendarainya, atau bagaikan permadani yang dia duduk padanya, atau bahkan seperti WC di mana dia menunaikan hajat tanpa adanya unsur perbudakan diri. Namun dia akan banyak berkeluh kesah bila tertimpa kejelekan, dan menjadi kikir apabila mendapatkan kesenangan.
(Kedua) Perkara yang manusia tidak membutuhkannya. Dalam perkara yang seperti ini, janganlah seseorang menggantungkan hatinya kepadanya. Bila dia menggantungkan hatinya kepadanya, niscaya dia akan menjadi budaknya. Bahkan terkadang dia akan terjatuh pada perbuatan menggantungkan diri kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam kondisi ini, tidak tersisa lagi pada dirinya hakikat beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak pula hakikat tawakkal. Bahkan dalam dirinya terdapat bentuk pengabdian kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bertawakkal kepada selain-Nya. Dialah yang paling berhak mendapatkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Telah celaka budak dinar, budak dirham, budak qathifah (sejenis beludru), dan budak khamishah’.
Dialah budak semua hal ini. Jika dia memintanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala lantas Dia memberinya, dia akan ridha. Jika Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak memberinya, dia akan murka.
Sedangkan hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala sejati ialah orang yang membuatnya ridha semua yang membuat Allah Subhanahu wa Ta’ala ridha, dan membuatnya murka apa-apa yang membuat Allah Subhanahu wa Ta’ala murka. Dia mencintai apa yang dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya, serta akan murka terhadap apa yang dimurkai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia berloyalitas kepada wali-wali Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menentang musuh-musuh-Nya. Inilah yang menyempurnakan iman, sebagaimana di dalam hadits:
مَنْ أَحَبَّ لِلهِ وَأَبْغَضَ لِلهِ وَأَعْطَى لِلهِ وَمَنَعَ لِلهِ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ الْإِيْمَانَ
“Barangsiapa cinta karena Allah dan membenci karena Allah, memberi karena-Nya dan tidak memberi juga karena-Nya, maka dia telah menyempurnakan iman.”
أَوْثَقُ عُرَى الْإِيْمَانِ الْحُبُّ فِي اللهِ وَالْبُغْضُ فِي اللهِ
“Ikatan iman yang paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah." (Al-‘Ubudiyyah, 1/25)

Mencari Dunia dengan Amalan Akhirat adalah Syirik
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu menulis sebuah bab dalam Kitab At-Tauhid “Bab: Termasuk dari kesyirikan adalah menginginkan dunia dengan amalan akhirat.”
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh rahimahullahu berkata: “Yang beliau maksud dengan judul ini adalah bahwa beramal untuk mendapatkan dunia adalah syirik yang akan menafikan kesempurnaan tauhid yang wajib dan membatalkan amalan (syirik kecil, ed.). Hal ini lebih besar daripada dosa riya’. Karena niatan untuk mendapatkan dunia telah menguasai keinginannya pada mayoritas amalannya, sedangkan riya’ hanya pada satu amalan saja dan tidak masuk dalam amalan yang lain. Riya’ juga tidak terus-menerus ada bersama amalan. Orang yang beriman harus berhati-berhati dari semua ini.” (Fathul Majid, 2/625)
Bukan sesuatu yang baru bagi kaum muslimin jika Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengharamkan kesyirikan. Bahkan mereka mengetahui bahwa syirik adalah dosa yang paling besar. Akan tetapi tahukah mereka segala rincian syirik? Tentu, jawabannya adalah tidak. Hal ini disebabkan banyak faktor. Di antaranya kejahilan (ketidaktahuan) mereka tentang aqidah yang benar. Juga adanya penyakit taqlid buta dan fanatik serta sikap ghuluw (berlebihan) dalam menyikapi orang-orang shalih. (‘Aqidah At-Tauhid karya Asy-Syaikh Shalih Fauzan. hal. 16)
Para ulama Ahlus Sunnah telah menjelaskan macam-macam syirik yang terangkum dalam dua macam: syirik yang akan mengeluarkan dari Islam yang disebut dengan syirik besar; dan syirik yang tidak mengeluarkan dari Islam yang disebut dengan syirik kecil.
Termasuk dalam kategori syirik kecil adalah beramal karena ingin mendapatkan dunia. Seperti seseorang yang berhaji, menjadi muadzin, atau menjadi imam karena ingin mendapatkan materi, atau belajar ilmu dan berjihad juga untuk mendapatkan materi. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Telah celaka hamba dinar dan dirham. Telah celaka hamba khamishah dan khamilah (jenis-jenis pakaian). Jika diberi dia ridha dan jika tidak diberi dia benci.” (‘Aqidah At-Tauhid hal. 98)
Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: “Syirik dalam iradah (keinginan) dan niat bagaikan laut tak bertepi. Sedikit sekali orang yang selamat darinya. Maka barangsiapa yang dengan amalnya menginginkan selain wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala, meniatkan sesuatu selain mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala serta selain mendapatkan balasan dari-Nya, sungguh dia telah melakukan kesyirikan dalam niat dan keinginannya. Sedangkan ikhlas adalah dia mengikhlaskan untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam perbuatannya, ucapan, keinginan, dan niatnya. Ini adalah hanifiyyah, agama Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan hamba-Nya untuk mengikutinya dan tidak akan diterima agama selainnya. Ini juga merupakan hakikat Islam, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali ‘Imran: 85)
Inilah agama Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang barangsiapa membencinya, dia termasuk orang yang paling dungu.” (Al-Jawabul Kafi, hal. 115)

Contoh Mencari Dunia dengan Amalan Akhirat
a. Ulama
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللهِ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.” (At-Taubah: 34)
Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullahu menjelaskan: “Ini merupakan peringatan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada segenap kaum mukminin bahwa mayoritas ulama Yahudi dan pendeta Nasrani –artinya, ulama dan ahli ibadah– memakan harta manusia dengan cara batil, yakni dengan cara tidak benar. Mereka juga menghalangi (manusia) dari jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sesungguhnya jika mereka mendapatkan gaji dari harta manusia atau manusia menyisihkan harta benda mereka untuknya, maka hal itu disebabkan ilmu dan ibadah mereka. Juga karena bimbingan yang mereka berikan. Namun mereka mengambil semuanya dan menghalangi manusia dari jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga pengambilan upah yang mereka lakukan dengan cara demikian adalah sebuah kezaliman. Karena orang tidak akan mengorbankan harta bendanya melainkan agar mereka terbimbing ke jalan yang lurus.” (Taisirul Karimirrahman, hal. 296)

b. Da’i
Mungkinkah seorang da’i akan terjatuh dalam kesyirikan? Jawabannya adalah sangat mungkin. Terlebih jika sang da’i adalah orang yang tidak memiliki aqidah yang benar dan manhaj yang lurus. Dia bisa menjadikan dakwahnya dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits sebagai jembatan untuk mendapatkan: kedudukan di hati manusia, sanjungan dan pujian dari mereka, mencari pengikut yang banyak, serta mencari uluran tangan mereka.
Karena menurut mereka, jalan inilah yang paling mudah dan tidak membutuhkan kerja keras, peras keringat banting tulang untuk mendapatkannya. Barangsiapa yang niatnya demikian, baik seorang alim, kyai, da’i, atau lainnya, maka dia telah terjatuh dalam perbuatan syirik kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. (lihat gambaran ini dalam Fathul Majid hal. 453-454)

c. Politikus
Bukan sesuatu yang aneh bagi seorang politikus untuk melontarkan pernyataan-pernyataan dengan menyitir dalil-dalil baik dari Al-Qur’an atau As-Sunnah. Terlebih lagi bila dia tadinya seorang da’i yang kemudian terjun ke dunia politik. Yang ada adalah, pertama, bagaimana mengumpulkan massa; dan kedua, mengumpulkan dana. Ujung-ujungnya adalah mencari kedudukan di mata manusia.
Dalam syarah Fadhlul Islam disebutkan terjadinya penyimpangan dari ash-shirath al-awwal (jalan yang lurus) adalah karena di tengah umat muncul politik yang jahat dan zalim, yang telah melencengkan hukum-hukum agama. Karena politik inilah, ahli ilmu, para hakim, dan ahli fatwa memberikan fatwanya sesuai dengan kemaslahatan negara atau kelompok.

Untaian Indah dari Al-Imam Ibnul Qayyim
Al-Imam Ahmad rahimahullahu berkata: Sayyar telah menceritakan kepadaku: Ja’far telah menceritakan kepadaku: Aku telah mendengar Malik bin Dinar rahimahullahu berkata: “Berhati-hatilah kalian dari wanita penyihir. Berhati-hatilah kalian dari wanita penyihir. Berhati-hatilah dari wanita penyihir, karena mereka telah menyihir hati-hati ulama.”
Yahya bin Mu’adz Ar-Razi rahimahullahu berkata: “Dunia adalah khamrnya setan. Barangsiapa mabuk karenanya, maka dia tidak akan sadar sampai kematian menjemput dalam keadaan menyesal di tengah orang-orang yang merugi. Sedangkan bentuk cinta yang paling ringan kepada dunia adalah melalaikan dari cinta dan dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Barangsiapa yang harta bendanya telah melalaikannya dari dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sungguh dia termasuk orang yang merugi. Bila hati lalai dari berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, niscaya hati itu akan ditempati oleh setan, yang kemudian akan memalingkannya sesuai kehendaknya…
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Tiadalah setiap orang di dunia ini melainkan sebagai tamu dan hartanya adalah pinjaman. Tentunya, tamu itu akan berangkat pergi dan pinjaman itu akan kembali kepada pemiliknya.”
Mereka (para ulama) berkata: “Cinta dunia dianggap sebagai kepala kerusakan. Dia akan merusak agama dari banyak sisi. Pertama, mencintai dunia akan membuahkan pengagungan terhadapnya, sementara dunia itu rendah di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mengagungkan apa yang telah dihinakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala termasuk dosa yang paling besar. Kedua, Allah Subhanahu wa Ta’ala melaknat, membenci dan murka terhadap dunia dan segala yang ada padanya (kecuali hal-hal yang diperuntukkan bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala). Barangsiapa yang mencintai apa yang dilaknat, dibenci, dan dimurkai Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka dia telah melemparkan dirinya kepada laknat, kebencian, dan kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ketiga, jika dia mencintainya, tentu dia menjadikan dunia itu sebagai tujuannya. Dia akan mencari jalan kepadanya dengan amalan-amalan yang sebenarnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tetapkan sebagai sarana (wasilah yang mengantarkan) kepada-Nya dan kampung akhirat.” (‘Uddatush Shabirin wa Dzakhiratusy Syakirin, hal. 186)
Wallahu a’lam bish-shawab.
read more...

Sebab-Sebab Penghapus Dosa

Penulis: Al-Ustadz Abu Muhammad Abdul Jabbar

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu mengatakan:
“Dosa-dosa itu akan mengurangi keimanan. Jika seorang hamba bertaubat, Allah k akan mencintainya. Derajatnya akan diangkat disebabkan taubatnya.

Sebagian salaf mengatakan: ‘Dahulu setelah Nabi Dawud ‘alaihissalam bertaubat, keadaannya lebih baik dibandingkan sebelum terjatuh dalam kesalahan. Barangsiapa yang ditakdirkan untuk bertaubat maka dirinya seperti yang dikatakan Sa’id ibnu Jubair radhiyallahu ‘anhu, “Sesungguhnya seorang hamba yang melakukan amalan kebaikan, bisa jadi dengan sebab amalan kebaikannya itu akan memasukkannya ke dalam neraka. Bisa jadi pula seorang hamba melakukan amalan kejelekan akan tetapi membawa dirinya masuk ke dalam surga. Hal itu karena ia membanggakan amalan kebaikannya. Sebaliknya, hamba yang terjatuh ke dalam kejelekan membawa dirinya untuk meminta ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuni kesalahan-kesalahannya.”
Telah disebutkan dalam hadits yang shahih bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِمِ
“Amal-amal (seorang hamba) tergantung amalan-amalan yang dikerjakan pada akhir kehidupannya.”
Sesungguhnya kesalahan/dosa seorang mukmin akan dihapuskan dengan sepuluh sebab, sebagai berikut:
1. Bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuninya. Karena seseorang yang bertaubat dari sebuah dosa seperti orang yang tidak memiliki dosa.
2. Meminta ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuninya.
3. Mengerjakan amalan-amalan kebaikan, karena amalan-amalan kebaikan akan menghapuskan amalan-amalan kejelekan.
4. Mendapatkan doa dari saudara-saudaranya yang beriman. Mereka memberikan syafaat kepadanya ketika masih hidup dan sesudah meninggal.
5. Mendapatkan hadiah pahala dari amalan-amalan saudara-saudaranya yang beriman agar Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan manfaat kepadanya dari hadiah tersebut.
6. Mendapatkan syafaat dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
7. Mendapatkan musibah-musibah di dunia ini yang akan menghapuskan dosa-dosanya.
8. Mendapatkan ujian-ujian di alam barzakh yang akan menghapus dosa-dosanya.
9. Mendapatkan ujian-ujian di padang Mahsyar pada hari kiamat yang akan menghapuskan dosa-dosanya.
10. Mendapatkan rahmat dari Arhamur Rahimin, Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Barangsiapa yang tidak memiliki salah satu sebab dari sebab-sebab yang bisa menghapuskan dosa-dosa ini, janganlah ia mencela kecuali kepada dirinya sendiri. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا عِبَادِي إِنَّمَا هِيَ أَعْمَالُكُمْ أُحْصِيهَا لَكُمْ ثُمَّ أُوَفِّيكُمْ إِيَّاهَا فَمَنْ وَجَدَ خَيْرًا فَلْيَحْمَدِ اللهَ وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلَا يَلُومَنَّ إِلَّا نَفْسَهُ
“Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya ini adalah amalan-amalanmu. Aku menghitungnya untukmu kemudian Aku membalasinya untukmu. Maka barangsiapa yang mendapatkan kebaikan hendaklah ia memuji Allah, dan barangsiapa yang mendapatkan selain daripada itu maka janganlah ia mencela kecuali kepada dirinya sendiri.”
(Diambil dari Risalah Tuhfatul ‘Iraqiyah fi A’malil Qalbiyyah hal. 32-33, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu)
read more...

Minggu, 23 Mei 2010

Videoku

read more...

Sabtu, 22 Mei 2010

Bermain Gitar Akustik


Kemarin saya disambati ponakan suruh ngajari cara belajar main gitar akustik. Lha ya saya ketawain tho. Wong saya bukan pakar main gitar. Tapi karena dia memaksa, akhirnya saya ajari main More Than Words-nya Extreme. Sedikit share cara bermain gitar akustik:

1. Pastikan senar gitar komplit (6).
2. Pastikan dawainya memang khusus senar gitar, bukan senar pancing atau karet seperti gitar kotaknya Mbak Darmi tetangga saya yang bunyinya tung..dang..dung…tung dang…dung!
3. Pastikan senar gitar sudah di-stem sehingga menghasilkan nada yang pas.
4. Hafalkan kunci-kuncinya seperti C, G, F, D, A, Am, dan sebagainya. Bukan kunci T, apalagi kunci Inggris.
5. Perlajari dulu lagu sederhana, misalnya Naik-Naik ke Puncak Gunung.
6. Gunakan feeling saat perpindahan chord.
7. Jika lagu sederhana sudah anda kuasai, lalu tingkatkan ke lagu yang lebih sulit.
8. Baca buku panduan atau lihat teknik belajar gitar di Youtube.
read more...

Bermain Gitar klasik


Posisi Badan
  1. Kenapa musti duduk?
    Main solo gitar klasik pada dasarnya memainkan melodi, iringan dan bas sekaligus. Duduk merupakan posisi yang lebih mudah dan kokoh daripada sambil berdiri. Kalo bisa main sambil berdiri sebenernya engga masalah, tapi sementara ini belum ada yang bisa membuktikan resital 2 jam berdiri sambil main solo gitar klasik.
  2. Kenapa gitar disangga kaki kiri?
    Ini biar kokoh aja. Bagian bawah bodi gitar disangga kaki kiri, bagian atas bodi gitar disangga lengan. Dengan begini posisi jadi lebih kokoh daripada bodi gitar disangga kaki kanan. Tangan kiri jadi lebih leluasa gerak. Ini engga mutlak juga, ada gitaris klasik yang menyangga pakai kaki kanan, tapi sangat jarang. Paling-paling kita bisa lakukan kalo main lagu-lagu yang mudah. Kalo lagunya sudah sulit, sepertinya sulit kalo nyangganya pake kaki kanan.
  3. Kenapa disangga footstool (injakan kaki)?
    Biar gha merosot aja gitarnya, juga ngepasin jari biar enak waktu main. Kalo misalnya posisi lengan,jari, badan dan duduk rasanya udah ngepas, walaupun ga pake footstool juga sebenernya ga apa. Jaman dulu gitarnya ada yang disangga meja, ada yang pake tripod, ada yang pake bantal, sekarang juga orang mulai ngembangin macem-macem selain footstool.

read more...

Rabu, 19 Mei 2010

5 Jurus Bermain Gitar

5 Jurus Bermain Gitar

admin's picture

Minimnya skill bermain gitar membuat suasana fellowship di berbagai persekutuan kantor kadang jadi kaku dan kurang bergairah. Skill semacam ini memanng tidak hanya didapat dalam waktu singkat. Tapi 5 jurus singkat gL! di hawah ini mungkin dapat membantu jika Anda melatihnya secara konsisten selama minimal 3 hulan, dan setiap harinya selamma 1 hingga 2 jam.

Jurus 1: jangan Lupa Kunci

Kunci adalah nyawa dari permainan gitar. Tanpa kunci, meski kita tahu semua jurus ritem, dijamin kita tidak akan pernah tahu bunyinya seperti apa. Pelajarilah semua kunci dasar seperti C, D, E, F, (3, A, B) beserta semua bentuk minor dan #nya (kecuali untuk kunci B memakai bentuk Bb). Biasanya buku tentang kunci-kunci ini dijual bebas di pasaran. Satu tips yang patut diingat, sebenarnya bentuknya begitu-begitu saja. Jangan dibuat pusing dengan nama-nama yang berbeda. Contoh: bila kunci C digeser sejauh 2 fret akan menghasilkan kunci D, padahal bentuknya sama, hanya letaknya yang berbeda.

Jurus 2: Dua Teknik Dasar

PETIKAN: Ketika memetik gitar, tidak perlu membayangkan harus seperti lagu "KKEB"-nya Andre Hehanusa atau "Tears In Heaven"-nya Eric Clapton. Sebaliknya, petiklah dengan sederhana seperti 3 contoh berikut ini:

Perhatikan posisi jari: jari jempol untuk 3 senar bas, sedangkan 3 senar lainnya dipetik oleh 3 jari pada gamhar.
Penyederhanaan: jari jempol=1, jari telunjuk=2, jari tenguh=3 dan jari minis=4.
1. 1-2-3.4.3-2 dengan l berpindah-pindah bas
2. 1-2-3-4-2 dengan 34 dipetik bersamaan
3. 1.234 dengan 234 dipetik hersamaan sebanyak 3x.

Setelah Anda nmencoba ketiganya, GABUNGKAN SEMUA TEKNIK! Memainkan lagu KKEB bukan impian lagi.

RITEM: Ini hal yang sebetulnya sederhana. Kalau pengamen jalanan saja tekniknya bagus, mengapa kita tidak? Alasan utama ketidak-mampuan ini adalah kurangnya latihan. Jika Anda sungguh serius, sisihkan waktu untuk melatihnya minimal 1 jam sehari. Latihan: Untuk ritem sederhananya dibagi menjadi ritem ke bawah dan ke atas. Untuk ke bawah= l dan ke atas=2.
1. 1-1-2-2-1
2. 1-2-2-1-2-2-1

Jurus 3. Jangan Lupa Bawa Buku Nyanyian

Sekarang buku lagu-lagu Praise & Worship yang lazim digunakan dan sudah banyak dijual bebas di pasaran. Biasanya apa yang tertera di buku-buku semacam ini sudah disederhanakan sehingga menyanyikannya pun mudah saja.

Jurus 4: Berlatih Running Chord Untuk Bermazmur

Sebelum kita bisa membawa orang lain agar mengalami saat yang indah dalam memuji & bermazmur bagi-Nya, kita harus mengalaminya terlebih dulu. Cobalah untuk berdiam diri dengan bermazmur bagi-Nya dengan menggunakan running chord 4/4 seperti misalnya (jika bermain di kunci C): C-F, C-AmDm-G, F-Em-Dm-G. Semakin sering dilantunkan, feeling Anda akan semakin terasah dan Anda akan terheran-heran melihat perkembangan skill Anda.

Jurus 5: Percaya Diri

Percaya diri! That's the best thing. Walau Anda banyak melakukan kesalahan (terutama biasanya salah kunci), lanjutkan saja dengan tertawa bersama teman-teman Anda. Dijamin, mereka semua pasti ikut tersenyum. Toh pada akhirnya, bukan permainan gitar/nyanyian kita yang diterima oleh-Nya, tapi kesungguhan hati kita.**

read more...